Perlakuan Udara Panas Terhadap Cendawan dan Daya Kecambah Pada Biji Padi
Salbiah1,
Gusti Ari Pambarep2
Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian
Universitas Djendral Soedirman
ABSTRAK
Tanaman padi
merupakan komoditas pertanian terpenting dalam kehidupan penduduk Indonesia.
Penyakit padi yang disedabkan oleh mikroorganisme merupakan hambatan dalam
produksi padi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan
udara panas terhadap infeksi cendawan dan mutu biji padi. Penelitian dilakukan di Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina
Pertanian (BUTTMKP) pada tanggal 18 Juli
– 19 Agustus 2016. Penelitian
diawali dengan penimbangan biji padi kemudian dilanjutkan dengan perlakuan udara panas
menggunakan mesin pemanas. Biji padi di
plating dengan metode blotter test untuk mengetahui
ada/tidaknya infeksi cendawan dan mengidentifikasi cendawan yang ditemukan.
Biji padi ditumbuhkan pada media kertas merang untuk mengetahui daya kecambah
biji padi tersebut. Perlakuan udara
panas dilakukan pada mesin pemanas pada
suhu 45, 55, dan 65 0C dengan waktu papar 1,
2, 3 jam. Hasil penelitian diketahui bahwa perlakuan udara panas pada suhu 55 0C
dengan waktu 2 jam paling efektif mengurangi cendawan yang menginfeksi biji
padi dan memiliki persentase daya kecambah tertinggi dibandingkan perlakuan
lain. Cendawan yang teridentifikasi
diantaranya Aspergillus niger, Alternaria
alternate, Alternaria padwickii, Bipolaris oryzae, Cladosporium herbarum, Cercospora oryzae,
Curvularia lunata, Fusarium moniliforme, Fusarium semitectum, Fusarium
solani, Nigrospora oryzae, Rhizoctonia
oryzae, Sarocladium oryzae.
Kata kunci : Alternatif pengendalian, fungi, vigor, viabilitas
PENDAHULUAN
Tanaman
padi merupakan komoditas pertanian yang terpenting dalam kehidupan penduduk
Indonesia. Selain itu, sektor pertanian khususnya komoditas padi memegang
peranan penting dalam kehidupan bangsa Indonesia, yang mana juga diharapkan
dapat menjadi salah satu komoditas andalan penyumbang devisa negara dari sektor
nonmigas.
Produksi
padi dan kebutuhan akan beras merupakan hal mutlak yang harus selalu mendapat
perhatian dari pemerintah. Hal ini dikarenakan untuk mencegah permintaan akan
beras yang lebih besar daripada produksi padi para petani. Karena jika terjadi
demikian maka kesejahteraan masyarakat akan terhambat akibat kekurangan bahan
pangan pokok. Selain itu juga dapat menimbulkan masalah-masalah di bidang
lainnya di badan pemerintahan seperti di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi,
dan lainnya.
Beras
merupakan salah satu makanan pokok masyarakat Indonesia. Konsumsi beras
Indonesia menduduki peringkat pertama di dunia sehingga mengakibatkan tinggi
pula permintaan beras dalam negeri dan terkadang tidak seimbang dengan pasokan
yang tersedia. Beras dijadikan makanan pokok karena kandungan karbohidratnya
yang tinggi sehingga dapat berfungsi sebagai sumber energi bagi manusia.
Kandungan dari beras dapat diperoleh jika kualitas beras yang dikonsumsi juga
baik karena kualitas beras sangat dipengaruhi oleh kualitas benih yang pada gilirannya
akan tumbuh menjadi padi.
Benih
merupakan bahan tanaman hasil perkembangbiakan tanaman padi secara generatif
yang digunakan untuk produksi tanaman. Semakin tingginya konsumsi beras
menuntut pemasokan benih yang bermutu semakin tinggi sehingga tidak jarang para
petani kesulitan dalam pemenuhannya. Langkah yang ditempuh untuk mengatasi hal
ini yaitu dilakukan penyimpanan dalam bentuk benih. Namun, tidak sedikit dari
benih ini yang mengalami kerusakan terutama pada saat penyimpanan, baik dari
segi tekstur, aroma, bahkan kandungannya. Kerusakan-kerusakan ini biasanya
terjadi akibat adanya patogen berupa serangan serangga, tungau, burung, dan
mikroorganisme seperti cendawan dan bakteri.
Harrington
(1972), Bewley dan Black (1986), dan Justice dan Bass (1990) mengemukakan bahwa
dua faktor utama yang berperan dalam penyimpanan benih adalah kadar air benih
dan suhu lingkungan simpan. Standar kadar air benih adalah sekitar 14%
sedangkan suhu lingkungan 50 oC. Pada kadar air kurang dari 5%
viabilitas menurun karena autoksidasi lemak, sedangkan pada kadar air lebih
dari 14% viabilitas menurun pula akibat adanya cendawan. Secara umum, bagi
benih ortodoks disarankan untuk menyimpan benih pada suhu ruang dan kadar air
rendah agar mempunyai umur simpan yang panjang (Justice dan Bass, 1990; dan
Roberts, 1972).
Penyakit
padi yang disebabkan oleh mikroorganisme merupakan hambatan dalam produksi
padi. Lebih dari 60 jenis penyakit diketahui berasosiasi dengan padi dengan
jenis patogen yang beragam seperti virus, bakteri, cendawan, nematoda dan
lainnya (Ou, 1985). Akibat aktifitas patogen-patogen tersebut menyerang
tanaman, menyebabkan terjadinya penurunan produksi padi baik kuantitas maupun
kualitas.
Menurut
Sutopo (1993), terdapat beberapa patogen yang menimbulkan penyakit tanaman padi
di lapangan yang dapat terbawa benih dan adanya cendawan gudang yang dapat
menginfeksi benih dalam penyimpanan. Beberapa cendawan yang terbawa benih padi
yang ditemukan di daerah Delta Upang Sumatera Selatan adalah Helminthosporium oryzae, Fusarium solani, F. moniliforme, Phoma
sp., Chaetomium sp., Aspergillus spp., Alternaria padwickii, Curvularia,
Cercospora oryzae. Menurut Semangun (1993) cendawan yang berasosiasi dengan
benih padi tidak hanya cendawan yang terbawa benih dari lapangan tetapi juga
dari cendawan gudang seperti Aspergillus, Penicillium, Rhizopus dan Mucor yang keempatnya merupakan cendawan
parasit fakultatif. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan
udara panas terhadap infeksi cendawan dan mutu biji padi.
METODE
Persiapan
: biji padi ditimbang sebanyak 250 g/ulangan.
Perlakuan
:
biji padi diletakkan di dalam mesin pemanas thermoblast. Biji padi diberi perlakuan udara panas pada mesin pemanas thermoblast. Masing-masing perlakuan yaitu kontrol, suhu 45 oC, 55 oC, dan 65 oC dengan waktu papar mulai dari 1, 2, dan 3 jam.
biji padi diletakkan di dalam mesin pemanas thermoblast. Biji padi diberi perlakuan udara panas pada mesin pemanas thermoblast. Masing-masing perlakuan yaitu kontrol, suhu 45 oC, 55 oC, dan 65 oC dengan waktu papar mulai dari 1, 2, dan 3 jam.
Pengujian
infeksi :
biji padi yang sudah diberi perlakuan udara panas selanjutnya dilakukan plating untuk menguji ada/tidaknya infeksi cendawan dengan menggunakan metode blotter test dan mengidentifikasi cendawan yang ditemukan. Pengujian blotter test dilakukan menggunakan nampan sebanyak 100 benih/nampan, masing-masing sebanyak 4 ulangan. Pengamatan dilakukan pada hari ke-7 setelah inkubasi. Pengamatan dilakukan pada biji padi dibawah mikroskop stereo kemudian di identifikasi dibawah mikroskop kompon. Pengamatan persentase infeksi cendawan dengan menggunakan rumus :
biji padi yang sudah diberi perlakuan udara panas selanjutnya dilakukan plating untuk menguji ada/tidaknya infeksi cendawan dengan menggunakan metode blotter test dan mengidentifikasi cendawan yang ditemukan. Pengujian blotter test dilakukan menggunakan nampan sebanyak 100 benih/nampan, masing-masing sebanyak 4 ulangan. Pengamatan dilakukan pada hari ke-7 setelah inkubasi. Pengamatan dilakukan pada biji padi dibawah mikroskop stereo kemudian di identifikasi dibawah mikroskop kompon. Pengamatan persentase infeksi cendawan dengan menggunakan rumus :
Persentase Infeksi =
|
∑ Benih terinfeksi
|
x
100%
|
∑ Benih
diinkubasi
|
||
Indek vigor (IV) =
|
Jumlah KN I
|
x 100%
|
Jumlah benih yang ditanam
|
Daya berkecambah (DB) dihitung
berdasarkan Sadjad et al. (1999)
dengan menghitung persentase jumlah kecambah normal pada pengamatan hitungan
pertama (KN I) yaitu 7 hari setelah perlakuan (HSP) dan persentase jumlah
kecambah normal pada pengamatan hitungan kedua (KN II) yaitu 14 HSP menggunakan rumus:
Daya Kecambah = Jumlah KN I + Jumlah KN II x 100
Jumlah benih yang ditanam
Jumlah benih yang ditanam
Perlakuan
Udara Panas Terhadap Cendawan Pada Biji Padi
Hasil
pengamatan perlakuan udara panas pada suhu 45 0C,
55 0C, dan 65 0C waktu papar 1 jam, 2 jam,
dan 3 jam terhadap cendawan yang menginfeksi biji padi disajikan pada tabel
berikut :
Tabel 1. Pengaruh perlakuan udara
panas terhadap cendawan yang menginfeksi biji padi.
Waktu Papar
|
Serangan (%)
| |||
(Jam)
|
Kontrol
|
45 0C
|
55 0C
|
65 0C
|
1
|
43
|
18
|
18
|
13
|
2
|
40
|
11
|
10
|
19
|
3
|
42
|
16
|
18
|
12
|
Dari
hasil pengamatan diketahui bahwa perlakuan udara panas pada suhu 55 oC
dengan waktu 2 jam paling efektif mengurangi persentase infeksi cendawan pada biji padi. Hal ini sejalan
dengan penelitian dari Meilan et al.
(2014) menyatakan perlakuan pemanasan pada suhu 45-55 oC
dapat mengurangi jumlah koloni cendawan yang tumbuh pada perkecambahan benih.
Perlakuan dry heat treatment dapat
menginaktifkan beberapa penyakit tular benih (Toyoda et al. 2004).
Yousof
dan Ibrahim (2013) menyatakan bahwa persentase infeksi cendawan pada benih padi
menurun pada perlakuan udara panas suhu 60
oC selama 2 hari, terdapat penurunan Alternaria padwickii, Alternaria
tenuis, Bipolaris oryzae pada
semua kultivar padi yang diteliti dan eliminasi Fusarium moniliforme, Fusarium
semitectum, Helminthosporium sp.,
Rhizoctonia solani, Sarocladium oryzae, Stemphylium botryosum pada kultivar padi Sakha 103 dan Giza 178. Penularan
penyakit yang disebabkan oleh cendawan melalui benih padi ini penting karena penyebaran benih
memastikan kehadiran patogen pada tanaman inang. Benih yang mengandung inokulum
penyakit dapat menyebar, keberadaan patogen pada benih menyebabkan infeksi
benih. Penularan penyakit yang disebabkan oleh cendawan pada benih yang
terinfeksi dapat menimbulkan ras baru yang lebih berbahaya dari patogen
berbahaya seperti Manaporthe grisea
yang terinfeksi ke tanah dan tidak terdeteksi. Panas kering dapat menghilangkan
beberapa penyakit terbawa benih.
Perlakuan
panas kering pada suhu 55 0C selama 30 dan 60 menit efektif
mematikan Colletottrichum gloeosporioides,
Botryodiplodia theobromae, dan Sclerotium rolfsii pada media potato dextrose agar (PDA). Pengujian
pada kedelai menunjukkan bahwa perlakuan suhu 55 0C selama 30 menit
efektif mematikan konidia C.
gloeosporioides, B. theobromae, Fusarium oxysporum f.sp. niveum, tanpa merusak kandungan protein total kedelai, tetapi
perlakuan panas kering pada suhu 60 0C selama 60 menit tidak efektif
mematikan sklerotia S. rolfsii
(Cristin et al. 2013).
Adapun beberapa cendawan yang teridentifikasi
diantaranya Aspergillus niger, Alternaria
alternate, Alternaria
padwickii, Bipolaris oryzae, Cladosporium herbarum, Cercospora oryzae, Curvularia
lunata, Fusarium moniliforme, Fusarium
semitectum, Fusarium solani, Nigrospora
oryzae, Rhizoctonia oryzae, Sarocladium
oryzae. Hasil
identifikasi menunjukkan bahwa cendawan yang teridentifikasi adalah cendawan
terbawa benih dilapangan. Selain itu, terdapat pula cendawan yang biasa
ditemukan pada tempat penyimpanan/gudang.
Pada
pengamatan terlihat biji padi yang terinfeksi cendawan menunjukkan gejala
membusuk dan berubah warna menjadi coklat kehitaman hal ini disebabkan dari
infeksi cendawan pada biji padi tersebut. Cendawan yang berpotensi sebagai
patogen mampu menyebabkan benih busuk tidak berkecambah, hambatan pertumbuhan
kecambah, atau kematian kecambah. Hal tersebut diduga karena infeksi cendawan
pada benih yang menghasilkan metabolit sekunder yang bersifat toksik bagi benih
maupun kecambah sehingga menyebabkan pembusukan benih dan kematian kecambah
(Ora et al. 2011).
Toksin
cendawan tular benih berperan dalam penghambatan pertumbuhan kecambah,
perubahan warna, pelapukan, dan pembusukan benih (Howlett 2006) Aspergillus niger dan Aspergillus flavus dikenal sebagai
saprob obligat yang sering diisolasi dari benih (Kakde et al. 2012). Cendawan menghasilkan toksin yang mengubah kandungan
kimia, menurunkan nilai nutrisi dan viabilitas, serta menyebabkan kematian
benih atau kecambah beberapa tanaman (Duan et
al. 2007;
Hussain et al. 2013).
Perlakuan
Udara Panas Terhadap Daya Kecambah Biji Padi
Hasil
pengamatan perlakuan udara panas pada suhu 45 0C, 55 0C,
dan 65 0C waktu papar 1 jam, 2 jam, 3 jam terhadap persentase vigor dan
daya kecambah biji padi disajikan pada tabel berikut :
Tabel
2. Pengaruh perlakuan udara panas terhadap vigor biji padi
Tabel
2. Pengaruh perlakuan udara panas terhadap vigor biji padi
Waktu Papar
|
Vigor (%)
|
|||
(Jam)
|
Kontrol
|
45 0C
|
55 0C
|
65 0C
|
1
|
75
|
75
|
65
|
33
|
2
|
73
|
61
|
81
|
34
|
3
|
74
|
60
|
76
|
46
|
Tabel
3. Pengaruh perlakuan udara panas terhadap daya kecambah biji padi
Waktu Papar
|
Daya Berkecambah (%)
| |||
(Jam)
|
Kontrol
|
45 0C
|
55 0C
|
65 0C
|
1
|
84
|
85
|
76
|
41
|
2
|
82
|
72
|
92
|
43
|
3
|
83
|
72
|
87
|
55
|
Dari hasil pengamatan
diketahui bahwa perlakuan udara panas pada suhu 55 oC dengan waktu papar
2 jam memiliki persentase vigor dan daya berkecambah tertinggi. Indikator tingginya vigor dan daya kecambah
biji padi sebagai kenaikan indeks kecepatan perkecambahan dan meningkatnya
rata-rata waktu perkecambahan dari benih yang diperlakukan udara panas. Hal ini sejalan dengan I wayan, Gunarta et al. (2014) yang menyatakan bahwa pemberian dry
heat treatment pada benih tidak memberikan respon negatif terhadap mutu
benih pada semua variabel yang diuji.
Hasil percobaan Rofiq
et al. (2013) menunjukkan bahwa
kombinasi perlakuan prapengeringan 36 jam dan suhu udara pengeringan 50 0C
merupakan perlakuan optimum pada pengeringan benih jagung karena mampu
menghasilkan benih dengan kualitas baik dan memiliki B/C ratio paling tinggi.
Kombinasi perlakuan
bakterisida (100 ppm) sebelum perlakuan panas kering pada suhu 55 oC
selama 24 jam mampu mengeleminasi bakteri dalam benih jagung dengan persentase
daya kecambah di atas 85% (Nalis, Suswi et
al. 2015). Sedangkan (Lee et al.,
2002) menyatakan bahwa suhu tinggi pada perlakuan panas kering mengurangi
viabilitas benih dan vigor kecambah.
Pengaruh dari panas kering karena kenaikan
total gula dan aktivitas α-amilase yang
berkorelasi positif dengan tingkat perkecambahan (Basra et al. 2004). Sementara, efek negatif dari suhu tinggi pada
perlakuan panas kering mungkin terjadi karena efek berbahaya pada embrio dan
karena waktu tambahan yang diperlukan oleh benih sehingga tidak ada kelembaban yang cukup untuk perkecambahan
(Clear et al., 2002).
KESIMPULAN
1. Perlakuan udara panas pada suhu 55 oC
dengan waktu 2 jam paling efektif mengurangi
cendawan yang menyerang biji padi.
cendawan yang menyerang biji padi.
2. Perlakuan udara panas pada suhu 55 oC
dengan waktu 2 jam memiliki persentase vigor
dan daya kecambah tertinggi.
dan daya kecambah tertinggi.
Aak. 1995. Berbudidaya Tanaman Padi. Kanisisus, Yogyakarta.
Baharuddin, Purwantara A,
Ilyas S, Suhartanto MR. 2013. Pathogenicity of several seed-borne fungi
isolates on hybrid cocoa seeds. J Litri. 19(1):1–7.
Basra,
S.M.A. ; M. Ashraf; N. Iqbal, A. Khaliq; and R. Ahmed. (2004). Physiological
and biochemical aspects of pre-sowing heat stress on cotton seed. Seed Sci.
Technol. 32: 765-774.
Beckett SJ, Fields PG, Subramanyam BH.
2007. Disinfestation of Stored Products and Associated Structures Using Heat.
U.S. Dept. Agric. Circular No. 551.
Bewley, D.J and Black. 1986. Seeds Physiology of Development and
Germination. Second Printing. Plenum Press, New York.
Clear
, R.M. ; S.K. Patrick; T.K. Turkington; and R. Wallis (2002). Effect of dry
heat treatment on seed-borne Fusarium graminearum and other cereal
pathogens. Can. J. Plant Pathol., 24: 489–498 (2002).
Cristin, Aprida., Suradji Sinaga,
Meity., dan Muin Adnan, Abdul. 2013. Keefektifan Perlakuan Panas Kering dan
Iradiasi UV-C untuk mematikan cendawan model Microcyclus ulei. Jurnal Fitopatologi Indonesia. Volume 9, Nomor 2,
April 2013. Halaman 59-67. DOI:10.14692/jfi.9.2.59.
Duan C, Wang X, Zhu Z, Wu
X. 2007. Testing of seed borne fungi in wheat germplasm conserved in the
national crop genebank of China. Agric Sci Chin. 6(6):682–687. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/S1671-2927(07)60100-X.
Gunarta, I Wayan,. Ngurah Raka,. Igusti.
Astiningsih, AAM. 2014. Uji Efektivitas Beberapa Teknik Ekstraksi dan Dry Heat
Treatment terhadap Viabilitas Benih Tomat (Lycopersicum
esculentum Mill.). E-Jurnal Agroekoteknologi tropika. Vol. 3, No. 3, Juli
2014.
Guttierez-Martinez P, Osuna-Lopez SG,
Calderon-Santoyo M, Cruz-Hernandez A, Bautista-Banos S. 2012. Influence of
Ethanol and Heat on Disease Control and Quality in Stored Mango Fruit. LWT-J
Food sci Techno. 45(1):20-27.DOI:org/10.1016/j.lwt.2011.07.033.
Harrington, J.F. 1972. Seed storage and longevity. Academic
Press, New York.
Hulasera R, Subramanyam B, Fields PG,
Abdelghany AY. 2010. Heat Treatment: A Viable methyl bromide alternative for
managing stored-product insects in food processing facilities. In: 10th
InternationalWorking Conference on Stored Product Protection. DOI:
10.5073/jka.2010.425.096.
Hussain
N, Hussain A, Ishtiaq M, Azam S, Hussain T. 2013. Pathogenicity of two
seed-borne fungi commonly involved in maize seeds of eight district of Azad
Jammu and Kashmir, Pakistan. Afric J Biotechnol.12(12):1363–1370.
Justice,
O.L. and L.V. Bass. 1990. Prinsip Praktek
Penyimpanan Benih. Terjemahan: Rennic. Rajawali Press, Jakarta.
Kakde RB, Badar KV, Pawar
SM, Chavan AM. 2012. Storage mycoflora of oilseed: a review. Int Multidiscip
Res J.2(3):39–42.
Kementerian
Dalam Negeri. 2015. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 14 Tahun 2002.(On-line).http://www.kemendagri.go.id
diakses tanggal 23 Mei 2016.
Kementerian
Pertanian. 2006. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 38/KPTS/HK.060/1/2006
tentang Jenis-jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina Golongan I Kategori
A1 dan A2, Golongan II Kategori A1 dan A2, Tanaman Inang, Media Pembawa dan
Daerah Sebarnya. Menteri Pertanian, Jakarta.
Kementerian
Pertanian. 2015. Keputusan Menteri Pertanian RI Nomer 38/Kpts/HK.060/1/2006.(On-line).http://www.pertanian.go.id
diakses tanggal 23 Mei 2016.
Lee,
S. Y.; J.H. Lee and T.O. Kwan
(2002).Varietals differences in seed germination and seedling vigor of Korean
rice varieties following dry heat treatment. Seed Sci& Technol., 30:311-321.
Lurie
Susan. 1998. Review postharvest heat treatment. Postharvest biology and
technology. Departement of Postharvest Science, ARO, The Volcani Center, Bet
Dagan, Israel 14:257-269.
McCormack. 2004. Seed Processing And
Storage.(On-line).http://www.savingourseed.org/pdf/SeedProcessingandStorageVer_1pt3.pdfdiakses tanggal 15 September 2016.
Nalis, Suswi., Suatika, Gede.,
Giyanto. 2015. Perlakuan Panas Kering dan Bakterisida untuk Menekan Infeksi Pantoea stewartii subsp. stewartii pada
Benih Jagung Manis. Jurnal Fitopatologi
Indonesia. Volume 11, Nomor 4, Agustus 2015. Halaman 128-136. DOI:
10.14692/jfi:11.4.128.
Ora N, Faruq AN, Islam MT,
Akhtar N, Rahman MM. 2011. Detection and identification of seed borne pathogen
from some cultivated hybrid rice varieties in Bangladesh. Mid J Sci Res.10
(4):482–488.
Ou, S. H. 1985. Rice Disease.Department of Plant Pathology University of
Winconsin.Commonwealth Mycological Institute, USA.
Pawar NV, Patil VB, Kamble SS, Dixit
GB. 2008. First report of Aspergillus
niger as a plant pathogen on Zingiber
officinalefrom India. Plant Dis. 92(9):1368. DOI:
http://dx.doi.org/10.1094/PDIS-92-9-1368C.
Purnamaningsih, R. 2006. Induksi kalus
dan optimasi regenerasi empat varietas padi melalui kultur in vitro. Jurnal Agrobisnis. 2 (2): 77-81.
Rinata, I.P., I.G Ngurah, dan N.N Ari.
2016. Uji efektivitas teknik ekstraksi dan dry
heat treatment terhadap kesehatan bibit cabai rawit (Capsicum frutescensL.). E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika. Vol. 5(1): 20-29. ISSN: 2301-6515.
Roberts, E.H. 1972. Predicting the
storage life of seeds.Seed Science and
Technology. 1(3): 499-514.
Rofiq, Muhammad., Suhartanto, M.R.,
Suharsi, TK., Qadir, Abdul. 2013. Optimasi Pengeringan Benih Jagung dengan
Perlakuan Pra Pengeringan dan Suhu Udara Pengeringan. J. Agron Indonesia
41(3):196-201 (2013).
Sadjad,
S., E. Murniati dan S. Ilyas. 1999. Parameter
Pengujian Vigor Benih Dari Komparatif Ke Simulatif. Grasindo, Jakarta.
Secretariat
of the International Plant Protection Convention. 1995. International Standards for Phytosanitary Measures in International Trade. ISPM No.2.
Glossary Of Phytosanitary Terms.
Semangun, H. 1993. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Situmeang, M., A. Purwantoro, dan S.
Sulandari. 2014. Pengaruh pemanasan terhadap
perkecambahan dan kesehatan benih kedelai (Glycine
max (L.) Merrill). Vegetalika
3(3): 27 – 37.
Sumarno. 1998. Penyediaan benih
berdasarkan adaptasi varietas kedelai pada agroklimat spesifik. Prosiding
Lokakarya Sistem Produksi dan Peningkatan Mutu Benih Kedelai di Jawa
Timur.JICA-BPTP Karangploso-Diperta Jawa Timur.
Sutopo, L. 1993. Teknologi Benih. Raja Grafindo, Jakarta.
Syahputra, Ade dan Hadi, Ranta. 2012.
Perlakuan Udara Panas sebagai Tindakan Karantina terhadap Biji Kedelai. Jurnal
Fitopatologi Indonesia. Volume 8, Nomor 5, Oktober 2012.
Thomas GJ and Adcock KG. 2004. Exposure
to dry heat reduces anthracnose infection of lupin seed. Aust Plant Pathology
1.33(4):537-540.DOI 10.1071/APO4507.
Toyoda K., Y. Hikichi, S. Takeuchi, A.
Okumura, S. Nasu. T. Okuno and K. Suzuki. 2004. Efficient Inactivation of
Pepper Mild Mottle Virus (PMMoV) in Hervested Seed in Green Pepper (Capsicum annum L.) Assessed by a Reverse
Transcription and Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Based Amplification.
Scientific Reports of the Faculty of Agriculture. Okayama University. Vol. 29.
Utobo, E.B., Ogbod, E.N., Nwogbaga, AC.
2011. Seedborne Mycoflora Associated with Pie and Their Influence on Growth at
Abakaliki, Southeast Agro-Ecology, Nigeria. Libyan Agriculture Research Center
Journal International 2(2): 79-84. Nigeria.
Comments
Post a Comment