Perlakuan Udara Panas Terhadap Cendawan dan Daya Kecambah Pada Biji Padi


Perlakuan Udara Panas Terhadap Cendawan dan Daya Kecambah Pada Biji Padi



Salbiah1, Gusti Ari Pambarep2
Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian
Universitas Djendral Soedirman


ABSTRAK

Tanaman padi merupakan komoditas pertanian terpenting dalam kehidupan penduduk Indonesia. Penyakit padi yang disedabkan oleh mikroorganisme merupakan hambatan dalam produksi padi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan  udara panas terhadap infeksi cendawan dan mutu biji padi. Penelitian dilakukan di Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian (BUTTMKP) pada tanggal 18  Juli – 19 Agustus 2016. Penelitian diawali dengan penimbangan biji padi kemudian dilanjutkan dengan perlakuan udara panas menggunakan mesin pemanas. Biji padi di plating dengan metode blotter test untuk mengetahui ada/tidaknya infeksi cendawan dan mengidentifikasi cendawan yang ditemukan. Biji padi ditumbuhkan pada media kertas merang untuk mengetahui daya kecambah biji padi tersebut. Perlakuan udara panas dilakukan pada mesin pemanas  pada suhu 45, 55, dan 65 0C dengan waktu papar 1, 2, 3 jam. Hasil penelitian diketahui bahwa perlakuan udara panas pada suhu 55 0C dengan waktu 2 jam paling efektif mengurangi cendawan yang menginfeksi biji padi dan memiliki persentase daya kecambah tertinggi dibandingkan perlakuan lain. Cendawan yang teridentifikasi diantaranya Aspergillus niger, Alternaria alternate, Alternaria padwickii, Bipolaris oryzae, Cladosporium herbarum, Cercospora oryzae, Curvularia lunata, Fusarium moniliforme, Fusarium semitectum, Fusarium solani, Nigrospora oryzae,  Rhizoctonia oryzae,  Sarocladium oryzae.

Kata kunci : Alternatif pengendalian, fungi, vigor, viabilitas


PENDAHULUAN

Tanaman padi merupakan komoditas pertanian yang terpenting dalam kehidupan penduduk Indonesia. Selain itu, sektor pertanian khususnya komoditas padi memegang peranan penting dalam kehidupan bangsa Indonesia, yang mana juga diharapkan dapat menjadi salah satu komoditas andalan penyumbang devisa negara dari sektor nonmigas.
Produksi padi dan kebutuhan akan beras merupakan hal mutlak yang harus selalu mendapat perhatian dari pemerintah. Hal ini dikarenakan untuk mencegah permintaan akan beras yang lebih besar daripada produksi padi para petani. Karena jika terjadi demikian maka kesejahteraan masyarakat akan terhambat akibat kekurangan bahan pangan pokok. Selain itu juga dapat menimbulkan masalah-masalah di bidang lainnya di badan pemerintahan seperti di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan lainnya.
Beras merupakan salah satu makanan pokok masyarakat Indonesia. Konsumsi beras Indonesia menduduki peringkat pertama di dunia sehingga mengakibatkan tinggi pula permintaan beras dalam negeri dan terkadang tidak seimbang dengan pasokan yang tersedia. Beras dijadikan makanan pokok karena kandungan karbohidratnya yang tinggi sehingga dapat berfungsi sebagai sumber energi bagi manusia. Kandungan dari beras dapat diperoleh jika kualitas beras yang dikonsumsi juga baik karena kualitas beras sangat dipengaruhi oleh kualitas benih yang pada gilirannya akan tumbuh menjadi padi.
Benih merupakan bahan tanaman hasil perkembangbiakan tanaman padi secara generatif yang digunakan untuk produksi tanaman. Semakin tingginya konsumsi beras menuntut pemasokan benih yang bermutu semakin tinggi sehingga tidak jarang para petani kesulitan dalam pemenuhannya. Langkah yang ditempuh untuk mengatasi hal ini yaitu dilakukan penyimpanan dalam bentuk benih. Namun, tidak sedikit dari benih ini yang mengalami kerusakan terutama pada saat penyimpanan, baik dari segi tekstur, aroma, bahkan kandungannya. Kerusakan-kerusakan ini biasanya terjadi akibat adanya patogen berupa serangan serangga, tungau, burung, dan mikroorganisme seperti cendawan dan bakteri.
Harrington (1972), Bewley dan Black (1986), dan Justice dan Bass (1990) mengemukakan bahwa dua faktor utama yang berperan dalam penyimpanan benih adalah kadar air benih dan suhu lingkungan simpan. Standar kadar air benih adalah sekitar 14% sedangkan suhu lingkungan 50 oC. Pada kadar air kurang dari 5% viabilitas menurun karena autoksidasi lemak, sedangkan pada kadar air lebih dari 14% viabilitas menurun pula akibat adanya cendawan. Secara umum, bagi benih ortodoks disarankan untuk menyimpan benih pada suhu ruang dan kadar air rendah agar mempunyai umur simpan yang panjang (Justice dan Bass, 1990; dan Roberts, 1972).
Penyakit padi yang disebabkan oleh mikroorganisme merupakan hambatan dalam produksi padi. Lebih dari 60 jenis penyakit diketahui berasosiasi dengan padi dengan jenis patogen yang beragam seperti virus, bakteri, cendawan, nematoda dan lainnya (Ou, 1985). Akibat aktifitas patogen-patogen tersebut menyerang tanaman, menyebabkan terjadinya penurunan produksi padi baik kuantitas maupun kualitas.
Menurut Sutopo (1993), terdapat beberapa patogen yang menimbulkan penyakit tanaman padi di lapangan yang dapat terbawa benih dan adanya cendawan gudang yang dapat menginfeksi benih dalam penyimpanan. Beberapa cendawan yang terbawa benih padi yang ditemukan di daerah Delta Upang Sumatera Selatan adalah Helminthosporium oryzae, Fusarium solani, F. moniliforme, Phoma sp., Chaetomium sp., Aspergillus spp., Alternaria padwickii, Curvularia, Cercospora oryzae. Menurut Semangun (1993) cendawan yang berasosiasi dengan benih padi tidak hanya cendawan yang terbawa benih dari lapangan tetapi juga dari cendawan  gudang seperti Aspergillus, Penicillium, Rhizopus dan Mucor yang keempatnya merupakan cendawan parasit fakultatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh  perlakuan udara panas terhadap infeksi cendawan dan mutu biji padi.
METODE

Persiapan : biji padi ditimbang sebanyak 250 g/ulangan.

Perlakuan : 
biji padi diletakkan di dalam mesin pemanas thermoblast. Biji padi diberi perlakuan udara panas pada mesin pemanas  thermoblast. Masing-masing perlakuan yaitu kontrol, suhu 45  oC, 55  oC, dan 65 oC dengan waktu papar mulai dari 1, 2, dan 3 jam.

Pengujian infeksi : 
biji padi yang sudah diberi perlakuan udara panas selanjutnya dilakukan plating untuk menguji  ada/tidaknya infeksi cendawan dengan  menggunakan metode blotter test dan mengidentifikasi cendawan yang ditemukan. Pengujian blotter test dilakukan menggunakan nampan sebanyak 100 benih/nampan, masing-masing sebanyak 4 ulangan. Pengamatan dilakukan pada hari ke-7 setelah inkubasi. Pengamatan  dilakukan pada biji padi dibawah mikroskop stereo kemudian di identifikasi dibawah mikroskop kompon. Pengamatan persentase infeksi cendawan dengan menggunakan rumus :

Persentase Infeksi =
         Benih terinfeksi
x 100%
         Benih diinkubasi



Pengujian daya kecambah : biji padi yang telah diberi perlakuan udara panas ditanam pada media kertas merang. Pengujian ini dilakukan dengan metode Uji Kertas Digulung Plastik (UKDP). Pada metode UKDP ini digunakan biji sebanyak 100 biji/UKDP, masing-masing 4 ulangan. Pengamatan vigor biji padi dilakukan pada hari ke-7 setelah inkubasi dan pengamatan terhadap daya kecambah dilakukan pada hari ke-14 setelah inkubasi. Indek vigor (IV) dihitung dari presentase kecambah normal pada pengamatan hitungan pertama (7 hari) dengan rumus :
Indek vigor (IV) =
             Jumlah KN I
x 100%
Jumlah benih yang ditanam
Daya berkecambah (DB) dihitung berdasarkan Sadjad et al. (1999) dengan menghitung persentase jumlah kecambah normal pada pengamatan hitungan pertama (KN I) yaitu 7 hari setelah perlakuan (HSP) dan persentase jumlah kecambah normal pada pengamatan hitungan kedua (KN II) yaitu 14 HSP  menggunakan rumus:
  Daya Kecambah =  Jumlah KN I + Jumlah KN II x 100
                                    Jumlah benih yang ditanam


 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlakuan Udara Panas Terhadap Cendawan Pada Biji Padi
Hasil pengamatan perlakuan udara panas pada suhu 45 0C, 55 0C, dan 65 0C waktu papar 1 jam, 2 jam, dan 3 jam terhadap cendawan yang menginfeksi biji padi disajikan pada tabel berikut :
Tabel 1. Pengaruh perlakuan udara panas terhadap cendawan yang menginfeksi biji padi.
Waktu Papar
Serangan (%)
(Jam)
Kontrol
45 0C
55 0C
65 0C
1
43
18
18
13
2
40
11
10
19
3
42
16
18
12


Dari hasil pengamatan diketahui bahwa perlakuan udara panas pada suhu 55 oC dengan waktu 2 jam paling efektif mengurangi persentase infeksi  cendawan pada biji padi. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Meilan et al. (2014) menyatakan perlakuan pemanasan pada suhu 45-55 oC dapat mengurangi jumlah koloni cendawan  yang tumbuh pada perkecambahan benih. Perlakuan dry heat treatment dapat menginaktifkan beberapa penyakit tular benih (Toyoda et al. 2004).
Yousof dan Ibrahim (2013) menyatakan bahwa persentase infeksi cendawan pada benih padi menurun pada perlakuan udara panas suhu  60 oC selama 2 hari, terdapat penurunan Alternaria padwickii, Alternaria tenuis, Bipolaris oryzae pada semua kultivar padi yang diteliti dan eliminasi Fusarium moniliforme, Fusarium semitectum, Helminthosporium sp., Rhizoctonia solani, Sarocladium oryzae, Stemphylium botryosum pada kultivar padi Sakha 103 dan Giza 178. Penularan penyakit yang disebabkan oleh cendawan melalui benih padi  ini penting karena penyebaran benih memastikan kehadiran patogen pada tanaman inang. Benih yang mengandung inokulum penyakit dapat menyebar, keberadaan patogen pada benih menyebabkan infeksi benih. Penularan penyakit yang disebabkan oleh cendawan pada benih yang terinfeksi dapat menimbulkan ras baru yang lebih berbahaya dari patogen berbahaya seperti Manaporthe grisea yang terinfeksi ke tanah dan tidak terdeteksi. Panas kering dapat menghilangkan beberapa penyakit terbawa benih.
Perlakuan panas kering pada suhu 55 0C selama 30 dan 60 menit efektif mematikan Colletottrichum gloeosporioides, Botryodiplodia theobromae, dan Sclerotium rolfsii pada media potato dextrose agar (PDA). Pengujian pada kedelai menunjukkan bahwa perlakuan suhu 55 0C selama 30 menit efektif mematikan konidia C. gloeosporioides, B. theobromae, Fusarium oxysporum f.sp. niveum, tanpa merusak kandungan protein total kedelai, tetapi perlakuan panas kering pada suhu 60 0C selama 60 menit tidak efektif mematikan sklerotia S. rolfsii (Cristin  et al. 2013).
Adapun beberapa cendawan yang teridentifikasi diantaranya Aspergillus niger, Alternaria alternate, Alternaria padwickii, Bipolaris oryzae, Cladosporium herbarum, Cercospora oryzae, Curvularia lunata, Fusarium moniliforme, Fusarium semitectum, Fusarium solani, Nigrospora oryzae,  Rhizoctonia oryzae, Sarocladium oryzae. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa cendawan yang teridentifikasi adalah cendawan terbawa benih dilapangan. Selain itu, terdapat pula cendawan yang biasa ditemukan pada tempat penyimpanan/gudang.


Pada pengamatan terlihat biji padi yang terinfeksi cendawan menunjukkan gejala membusuk dan berubah warna menjadi coklat kehitaman hal ini disebabkan dari infeksi cendawan pada biji padi tersebut. Cendawan yang berpotensi sebagai patogen mampu menyebabkan benih busuk tidak berkecambah, hambatan pertumbuhan kecambah, atau kematian kecambah. Hal tersebut diduga karena infeksi cendawan pada benih yang menghasilkan metabolit sekunder yang bersifat toksik bagi benih maupun kecambah sehingga menyebabkan pembusukan benih dan kematian kecambah (Ora et al. 2011).
Toksin cendawan tular benih berperan dalam penghambatan pertumbuhan kecambah, perubahan warna, pelapukan, dan pembusukan benih (Howlett 2006) Aspergillus niger dan Aspergillus flavus dikenal sebagai saprob obligat yang sering diisolasi dari benih (Kakde et al. 2012). Cendawan menghasilkan toksin yang mengubah kandungan kimia, menurunkan nilai nutrisi dan viabilitas, serta menyebabkan kematian benih atau kecambah beberapa tanaman (Duan et al. 2007; Hussain et al. 2013).

Perlakuan Udara Panas Terhadap Daya Kecambah Biji Padi
Hasil pengamatan perlakuan udara panas pada suhu 45 0C, 55 0C, dan 65 0C waktu papar 1 jam, 2 jam, 3 jam terhadap persentase vigor dan daya kecambah biji padi disajikan pada tabel berikut :
Tabel 2. Pengaruh perlakuan udara panas terhadap vigor biji padi
Tabel 2. Pengaruh perlakuan udara panas terhadap vigor biji padi
Waktu Papar
Vigor (%)
(Jam)
Kontrol
45 0C
55 0C
65 0C
1
75
75
65
33
2
73
61
81
34
3
74
60
76
46

Tabel 3. Pengaruh perlakuan udara panas terhadap daya kecambah biji padi
Waktu Papar
Daya Berkecambah (%)
(Jam)
Kontrol
45 0C
55 0C
65 0C
1
84
85
76
41
2
82
72
92
43
3
83
72
87
55
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa perlakuan udara panas pada suhu 55 oC dengan waktu papar 2 jam memiliki persentase vigor dan daya berkecambah tertinggi.  Indikator tingginya vigor dan daya kecambah biji padi sebagai kenaikan indeks kecepatan perkecambahan dan meningkatnya rata-rata waktu perkecambahan dari benih yang diperlakukan udara panas. Hal ini sejalan dengan I wayan, Gunarta et al. (2014) yang menyatakan bahwa  pemberian dry heat treatment pada benih tidak memberikan respon negatif terhadap mutu benih pada semua variabel yang diuji.
Hasil percobaan Rofiq et al. (2013) menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan prapengeringan 36 jam dan suhu udara pengeringan 50 0C merupakan perlakuan optimum pada pengeringan benih jagung karena mampu menghasilkan benih dengan kualitas baik dan memiliki B/C ratio paling tinggi.
Kombinasi perlakuan bakterisida (100 ppm) sebelum perlakuan panas kering pada suhu 55 oC selama 24 jam mampu mengeleminasi bakteri dalam benih jagung dengan persentase daya kecambah di atas 85% (Nalis, Suswi et al. 2015). Sedangkan (Lee et al., 2002) menyatakan bahwa suhu tinggi pada perlakuan panas kering mengurangi viabilitas benih dan vigor kecambah.
 Pengaruh dari panas kering karena kenaikan total  gula dan aktivitas α-amilase yang berkorelasi positif dengan tingkat perkecambahan (Basra et al. 2004). Sementara, efek negatif dari suhu tinggi pada perlakuan panas kering mungkin terjadi karena efek berbahaya pada embrio dan karena waktu tambahan yang diperlukan oleh benih sehingga tidak ada  kelembaban yang cukup untuk perkecambahan (Clear et al., 2002).

KESIMPULAN

1.     Perlakuan udara panas pada suhu 55 oC dengan waktu 2 jam paling efektif mengurangi 
      cendawan yang menyerang biji padi.
2.      Perlakuan udara panas pada suhu 55 oC dengan waktu 2 jam memiliki persentase vigor
      dan daya kecambah tertinggi.

 DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1995. Berbudidaya Tanaman Padi. Kanisisus, Yogyakarta.
Baharuddin, Purwantara A, Ilyas S, Suhartanto MR. 2013. Pathogenicity of several seed-borne fungi isolates on hybrid cocoa seeds. J Litri. 19(1):1–7.

Basra, S.M.A. ; M. Ashraf; N. Iqbal, A. Khaliq; and R. Ahmed. (2004). Physiological and biochemical aspects of pre-sowing heat stress on cotton seed. Seed Sci. Technol. 32: 765-774.

Beckett SJ, Fields PG, Subramanyam BH. 2007. Disinfestation of Stored Products and Associated Structures Using Heat. U.S. Dept. Agric. Circular No. 551.
Bewley, D.J and Black. 1986. Seeds Physiology of Development and Germination. Second Printing. Plenum Press, New York.
Clear , R.M. ; S.K. Patrick; T.K. Turkington; and R. Wallis (2002). Effect of dry heat treatment on seed-borne Fusarium graminearum and other cereal pathogens. Can. J. Plant Pathol., 24: 489–498 (2002).

Cristin, Aprida., Suradji Sinaga, Meity., dan Muin Adnan, Abdul. 2013. Keefektifan Perlakuan Panas Kering dan Iradiasi UV-C untuk mematikan cendawan model Microcyclus ulei. Jurnal Fitopatologi Indonesia. Volume 9, Nomor 2, April 2013. Halaman 59-67. DOI:10.14692/jfi.9.2.59.
Duan C, Wang X, Zhu Z, Wu X. 2007. Testing of seed borne fungi in wheat germplasm conserved in the national crop genebank of China. Agric Sci Chin. 6(6):682–687. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/S1671-2927(07)60100-X.

Gunarta, I Wayan,. Ngurah Raka,. Igusti. Astiningsih, AAM. 2014. Uji Efektivitas Beberapa Teknik Ekstraksi dan Dry Heat Treatment terhadap Viabilitas Benih Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.). E-Jurnal Agroekoteknologi tropika. Vol. 3, No. 3, Juli 2014.
Guttierez-Martinez P, Osuna-Lopez SG, Calderon-Santoyo M, Cruz-Hernandez A, Bautista-Banos S. 2012. Influence of Ethanol and Heat on Disease Control and Quality in Stored Mango Fruit. LWT-J Food sci Techno. 45(1):20-27.DOI:org/10.1016/j.lwt.2011.07.033.
Harrington, J.F. 1972. Seed storage and longevity. Academic Press, New York.
Hulasera R, Subramanyam B, Fields PG, Abdelghany AY. 2010. Heat Treatment: A Viable methyl bromide alternative for managing stored-product insects in food processing facilities. In: 10th InternationalWorking Conference on Stored Product Protection. DOI: 10.5073/jka.2010.425.096.
Hussain N, Hussain A, Ishtiaq M, Azam S, Hussain T. 2013. Pathogenicity of two seed-borne fungi commonly involved in maize seeds of eight district of Azad Jammu and Kashmir, Pakistan. Afric J Biotechnol.12(12):1363–1370.

Justice, O.L. and L.V. Bass. 1990. Prinsip Praktek Penyimpanan Benih. Terjemahan: Rennic. Rajawali Press, Jakarta.

Kakde RB, Badar KV, Pawar SM, Chavan AM. 2012. Storage mycoflora of oilseed: a review. Int Multidiscip Res J.2(3):39–42.

Kementerian Dalam Negeri. 2015. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 14 Tahun 2002.(On-line).http://www.kemendagri.go.id diakses tanggal 23 Mei 2016.
Kementerian Pertanian. 2006. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 38/KPTS/HK.060/1/2006 tentang Jenis-jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina Golongan I Kategori A1 dan A2, Golongan II Kategori A1 dan A2, Tanaman Inang, Media Pembawa dan Daerah Sebarnya. Menteri Pertanian, Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2015. Keputusan Menteri Pertanian RI Nomer 38/Kpts/HK.060/1/2006.(On-line).http://www.pertanian.go.id diakses tanggal 23 Mei 2016.
Lee, S. Y.; J.H. Lee and  T.O. Kwan (2002).Varietals differences in seed germination and seedling vigor of Korean rice varieties following dry heat treatment. Seed Sci& Technol., 30:311-321.

Lurie Susan. 1998. Review postharvest heat treatment. Postharvest biology and technology. Departement of Postharvest Science, ARO, The Volcani Center, Bet Dagan, Israel 14:257-269.
McCormack. 2004. Seed Processing And Storage.(On-line).http://www.savingourseed.org/pdf/SeedProcessingandStorageVer_1pt3.pdfdiakses tanggal 15 September 2016.
Nalis, Suswi., Suatika, Gede., Giyanto. 2015. Perlakuan Panas Kering dan Bakterisida untuk Menekan Infeksi Pantoea stewartii subsp. stewartii pada Benih  Jagung Manis. Jurnal Fitopatologi Indonesia. Volume 11, Nomor 4, Agustus 2015. Halaman 128-136. DOI: 10.14692/jfi:11.4.128.
Ora N, Faruq AN, Islam MT, Akhtar N, Rahman MM. 2011. Detection and identification of seed borne pathogen from some cultivated hybrid rice varieties in Bangladesh. Mid J Sci Res.10 (4):482–488.

Ou, S. H. 1985. Rice Disease.Department of Plant Pathology University of Winconsin.Commonwealth Mycological Institute, USA.
Pawar NV, Patil VB, Kamble SS, Dixit GB. 2008. First report of Aspergillus niger as a plant pathogen on Zingiber officinalefrom India. Plant Dis. 92(9):1368. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/PDIS-92-9-1368C.

Purnamaningsih, R. 2006. Induksi kalus dan optimasi regenerasi empat varietas padi melalui kultur in vitro. Jurnal Agrobisnis. 2 (2): 77-81.
Rinata, I.P., I.G Ngurah, dan N.N Ari. 2016. Uji efektivitas teknik ekstraksi dan dry heat treatment terhadap kesehatan bibit cabai rawit (Capsicum frutescensL.). E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika. Vol. 5(1): 20-29. ISSN: 2301-6515.
Roberts, E.H. 1972. Predicting the storage life of seeds.Seed Science and Technology. 1(3): 499-514.
Rofiq, Muhammad., Suhartanto, M.R., Suharsi, TK., Qadir, Abdul. 2013. Optimasi Pengeringan Benih Jagung dengan Perlakuan Pra Pengeringan dan Suhu Udara Pengeringan. J. Agron Indonesia 41(3):196-201 (2013).
Sadjad, S., E. Murniati dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih Dari Komparatif Ke Simulatif. Grasindo, Jakarta.
Secretariat of the International Plant Protection Convention. 1995. International Standards for Phytosanitary Measures in International Trade. ISPM No.2. Glossary Of Phytosanitary Terms.
Semangun, H. 1993. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Situmeang, M., A. Purwantoro, dan S. Sulandari. 2014. Pengaruh pemanasan terhadap perkecambahan dan kesehatan benih kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Vegetalika 3(3): 27 – 37.
Sumarno. 1998. Penyediaan benih berdasarkan adaptasi varietas kedelai pada agroklimat spesifik. Prosiding Lokakarya Sistem Produksi dan Peningkatan Mutu Benih Kedelai di Jawa Timur.JICA-BPTP Karangploso-Diperta Jawa Timur.
Sutopo, L. 1993. Teknologi Benih. Raja Grafindo, Jakarta.
Syahputra, Ade dan Hadi, Ranta. 2012. Perlakuan Udara Panas sebagai Tindakan Karantina terhadap Biji Kedelai. Jurnal Fitopatologi Indonesia. Volume 8, Nomor 5, Oktober 2012.
Thomas GJ and Adcock KG. 2004. Exposure to dry heat reduces anthracnose infection of lupin seed. Aust Plant Pathology 1.33(4):537-540.DOI 10.1071/APO4507.
Toyoda K., Y. Hikichi, S. Takeuchi, A. Okumura, S. Nasu. T. Okuno and K. Suzuki. 2004. Efficient Inactivation of Pepper Mild Mottle Virus (PMMoV) in Hervested Seed in Green Pepper (Capsicum annum L.) Assessed by a Reverse Transcription and Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Based Amplification. Scientific Reports of the Faculty of Agriculture. Okayama University. Vol. 29.
Utobo, E.B., Ogbod, E.N., Nwogbaga, AC. 2011. Seedborne Mycoflora Associated with Pie and Their Influence on Growth at Abakaliki, Southeast Agro-Ecology, Nigeria. Libyan Agriculture Research Center Journal International 2(2): 79-84. Nigeria.







Comments