Ngebut di Jalan Tol

Hari yang melelahkan akhirnya berakhir sudah. Pukul 16.02 WIB, absen pulang dimulai. Aku yang sudah beberapa detik lalu mematung di depan mesin absen, akhirnya tertawa kegirangan.

Hore ... sudah bisa absen!

Tawaku terhenti seketika, saat hujan mendadak turun. Tak ada mendung, angin, atau petir. Guyuran air hujan tanpa basa basi langsung membasahi Bekasi.

Hujan oh hujan … kenapa sih datangnya pas mau pulang? Padahal kalau datangnya dari pagi kan kita bisa lama-lama bertemunya.

Kalau sudah hujan begini, rasanya tak etis jika harus berburu angkot, pastilah seragam kebanggaanku ini akan basah kuyup.  Khawatirnya, demam melanda di tengah malam.

Ups! Jauh sekali analisisku.

Dari pada pulang terlambat akibat menunggu hujan berhenti. Kuputuskan untuk memesan mobil online. Dalam lima menit, kami sudah saling terkoneksi.

“Pak, bisa jemput?”

“Bisa, Bu.”

“Posisi saya di Karantina Pertanian. Depan Pom Bensin Pertamina.”

“Baik, Bu.”

“Posisi Bapak di mana?”

“Saya di Telajung, Bu.”

“Ok, ditunggu.”

Sambil menunggu mobil tersebut, aku masuk kembali ke dalam kantor dan duduk manis di ruang kerja kesayangan, lantai tiga gedung pendidikan.

***

Iiik …!

Rem pakem dari mobil online yang kusewa tak terdengar sedikit pun, derasnya hujan mengalahkan suaranya. Selain itu, posisiku juga sedang di lantai tiga, mana mungkin dapat mendengar suara rem di depan gerbang kantor. Kecuali punya indera keenam.

“Bu, saya sudah di depan gerbang Karantina Pertanian?”

“Oh, masuk aja Pak. Bilang saja sama security-nya jemput bu Salbiah.”

“Baik, Bu.”

Ku bergegas turun dari lantai tiga dengan menggunakan lift, jangan sampai pak sopir menunggu terlalu lama, kasihan dia. Sudah hujan, becek, dan tidak ada ojek pula, eh maksudnya kelamaan nunggu pula.

“Bu Salbiah, ya?”

“Ya.”

Kucermati nomor pelat kendaraannya. Sambil membuka pintu mobil bagian kedua.

Sama kok seperti yang di aplikasi. Aman.  

“Mau lewat mana, Bu?”

“Lewat Kalimalang saja, Pak.”

“Wah, macet banget, Bu. Barusan saya lewat situ. Lewat tol saja, ya, Bu.”

“Oh, begitu, baiklah.”

Mobil kami melaju memasuki kawasan industri MM2100, kondisi jalanan sangat kondusif. Hujan tetap menemani dengan semangatnya, ia tidak mengurangi energi yang diturunkan, masih lebat.

Bersyukur, pilihan pulang dengan menggunakan mobil sewaan ini adalah hal yang tepat, untuk tidak melewati Kalimalang. Salah seorang teman mengabari jika di Kalimalang terdapat kecelakaan sehingga macet. Perjalanan dari kantor menuju pintu masuk gerbang tol MM2100 sangat lancar. Tak ada hambatan sedikit pun.

“Ini, Pak e-toll-nya.”

“Baik, Bu.”

Beruntung saldo kartu e-toll masih lebih dari cukup, sehingga aku tak repot mengeluarkan uang tunai untuk mengganti biaya tol kepada pak sopir.

Kupandangi jalan yang kosong melompong. Hanya ada beberapa kendaraan yang melaju ke arah Jakarta atau sebaliknya.

Kondisi tol terbilang sangat lancar, bahkan bisa dibilang sepi. Jika seperti ini, berarti aku bisa bersantai ria kayak di pantai. Bisa memejamkan mata beberapa menit, beristirahat dari kepenatan tugas-tugas kantor.

“Lancar, ya, Pak.”

“Iya, Bu.”

“Cepat nih, Bu, kayaknya sampai Bekasi Barat.”

“Aamiin.”

Lancarnya jalan tol tanpa macet membuat mataku minta dininabobokan. Beberapa detik mataku sudah terbuai dinginnya air conditioner.

Teeet … teet!

Suara klakson dari mobil kontainer 40 feet membangunkanku dari mimpi indah. Masih dalam kondisi antara sadar dan tak sadar, kelopak mataku perlahan membuka. Saat ia akan mulai membuka sempurna.  Sekilas terbaca tulisan “Bekasi Barat”. Saat aku teringat bahwa kami harus keluar Bekasi Barat. Aku terperanjat.

Hah! Bekasi Barat? Berarti sudah lewat? 

“Pak, Pak, itu barusan gerbang tol Bekasi Barat, sudah terlewat!”

“Masa sih, Bu? Ya Allah benar kelewatan. Maaf, Bu, saya enggak fokus.”

“Ya ampun, Pak. Lain kali jangan ngebut-ngebut jadi kelewatan.”

Pak sopir sepertinya sedang melamun, karena saking lancarnya jalan tol. Ia sampai melewati  tulisan “Bekasi Barat” padahal kami akan keluar dari Bekasi Barat. 
 
“Bu, lalu bagaimana nih?”

“Ya sudah lanjut saja, Pak. Nanti keluar tol di depan.”

“Baik, Bu, maaf, ya.”

Berharap dapat sampai rumah dengan cepat. Hasil tak sesuai harapan. Akhirnya mobil tersebut keluar di tol yang tidak sesuai dengan rencana.

Allahu Akbar … telat jemput anak-anak nih. Maafkan, Bunda, ya, sayang. 

Photo by Markus Spiske from Pexels






Comments

  1. Wkwkwk ya ampuuun ada2 aja, hehe... Tapi aku sama suami kadang jg gitu, kalau keasikan ngobrol sih suka kelewatan aja

    ReplyDelete

Post a Comment