Tunjangan Hari Raya Hanya Ada Saat Lebaran

BPers...

Tak terasa hampir setengah bulan kita berpuasa. Banyak persiapan yang dilakukan menyambut hari raya. Selain mudik, tradisi menjelang hari raya yang cukup unik di Indonesia adalah  pemberian tunjangan hari raya atau biasa disebut THR. 

Entah siapa yang mencetuskan tunjangan hari raya pertama kali di Indonesia. Pastinya, ini adalah tradisi yang masih melekat kuat di manapun kamu berdomisili di wilayah Negara Republik Indonesia. 

Berdasarkan berita yang dilansir oleh Sukabumi.com pada https://sukabumiupdate.com/detail/ragam-berita/infografis/41514-Sejarah-THR. Kuy, simak sejarah tunjangan hari raya yang masih mem-booming hingga hari ini:

1. Tahun 1943 : Pada masa pendudukan Jepang, terdapat istilah "hadiah lebaran bagi pegawai negeri"

2. Tahun 1953 : Sentral organisasi seluruh buruh Indonesia menyuarakan pemberian tunjangan hari raya bagi semua buruh

3. Tahun 1954 : Terbit Peraturan Pemerintah tentang pemberian persekot hari raya kepada pegawai negeri

4. Tahun  1961: Istilah hadiah lebaran berganti menjadi tunjangan hari raya lebaran

5. Tahun 1972 : Menteri Tenaga Kerja mengeluarkan surat edaran yang isinya pengusaha tidak diwajibkan membayar tunjangan hari raya

6. Tahun 1994 : Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja, tunjangan hari raya menjadi hak buruh perusahaan

Nah, itulah BPers sejarahnya, kebenarannya wallahu'alam bishowab, pastinya tunjangan hari raya masih menduduki peringkat pertama yang meski ditunggu kedatangaannya menjelang hari raya. Harap-harap cemas menunggunya *hahalebay.

Sekarang saya mau cerita tentang tradisi tunjangan hari raya di sekitar lingkungan rumah. Kuy simak cerita saya. Begini nih.....

Sebagai seorang ibu rumah tangga sekaligus ibu pekerja. Saya pun begitu, mengharapkan kehadiran tunjangan hari raya dari kantor. Kalau tidak salah, tunjangan hari raya di kantor saya disebut gaji ke-14. Wow, keren, ya, dalam setahun kami mendapatkan 14 kali gaji. Mantap jiwa *apacoba.

Kalau gaji ke-14 tersebut sudah cair masuk melalui rekening masing-masing, maka tanpa pikir panjang langsung akan dibelanjakan untuk keperluan menyambut lebaran. Selain itu, jangan lupa menukarkannya dengan uang "baruan", baru secara fisik untuk tunjangan hari raya kepada sanak keluarga. 

Saya lebih suka menukarkannya dengan pecahan Rp. 2000, Rp. 5000, dan Rp. 10.000, khusus untuk anak-anak biasanya saya kasih uang pecahan Rp. 5000. Beda usia, beda pula jumlah nominalnya. Semakin muda maka jumlah nominalnya semakin sedikit, begitu sebaliknya. Tapi, ada maksimal umurnya, lho, yang masih mendapatkan tunjangan hari raya yaitu maksimal masih di jenjang kuliah. Kalau sudah kerja walaupun baru satu bulan kerja, maka enggak bakalan dapat tunjangan hari raya alias angpao.

Saya yang sudah  memiliki keponakan sebanyak 19 orang, meski berpikir keras agar tanjangan hari raya cukup untuk sanak keluarga *curcolnih. Mau enggak mau harus kasih angpao walau tak banyak. Alhamdulillah masih bisa berbagi. 

Posisi pemberian tunjangan hari raya, as always, satu per satu semua keponakan berbaris mengambil jatah angpao, mulai dari yang paling besar sampai yang bayi, digendong emaknya *wkwk. Seru dan bahagia melihat mereka tersenyum riang. Indahnya berbagi.

Itulah sekilas tunjangan hari raya yang telah menjadi kebiasaan di lingkungan keluarga saya. Tapi yang saya enggak habis pikir, kenapa, ya, tunjangan hari raya cuma ada di hari raya Idhul Fitri saja, enggak ada di hari raya lain, seperti hari raya Idhul Adha, hari raya natal, hari raya galungan, dan hari raya lainnya. Mantapkan kalau semua hari raya ada tunjangan hari raya nya. Ayo siapa yang mau kasih pendapat? Kasih tahu, ya, di bawah ini....


By: Pixabay.com

Salam,

Comments