Bingung!

Hari yang ditunggu akhirnya tiba juga. Today, aku seperti mendapatkan mukjizat dari langit. Semangat bergelora dalam dada.

Bismillah, semoga hari ini berjalan dengan sukses. Semoga sampai di kantor dengan selamat, jangan sampai kesasar. Tuhan tunjukkanlah jalanMu. 

Jam dinding menunjukkan angka empat. Waktunya bersiap membersihkan diri. Bergegas kulangkahkan kaki menuju kamar mandi. Sesampainya di sana. Aku terdiam selama lima menit. Mataku menjalar ke segala sudut, ealah … ternyata gayung yang kucari berada di dalam mesin cuci. Pantesan tidak keliatan.

Gawai di atas meja berdering. Kulirik isi pesannya. Pengirim berasal dari Kakak laki-lakiku. Karena memang, sebelum tidur tadi malam, aku menanyakan lokasi kantor baruku kepadanya. Maklumlah, dia kan anak gaul, kawannya banyak, jadi meski tahu seluk beluk Bekasi.

“Sal, kantormu kok jauh amat? Emang enggak ada lokasi lain? Kata teman Abang, itu kantor jauh dari peradaban.”  Isi pesan singkatnya diiringi emoticon ketawa guling-guling.

“Ampun dah si Abang. Bukannya kasih semangat, malah bikin ragu. Tuh kantor memang berlokasi di Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi.” Balasan pesan dariku dengan esmosi jiwa.

Keki juga jadinya. Bukan kasih adiknya semangat karena mau kerja di tempat yang baru, eh malah bikin ciut. Sebenarnya sih, memang ada setitik keraguan dalam hati. Tempat tinggalku di Kota Bekasi, sekarang kerjanya di Kabupaten Bekasi. Walau sama-sama Bekasi, tapi kata kabar angin, untuk dapat sampai di kantor tersebut, dibutuhkan waktu dan tenaga ekstra. Siap-siap saja menguras otak dan berpeluh keringat.

***
Kukenakan seragam hitam putih dengan gagahnya. Akhirnya kelar juga memakai seragam kebanggaan para Calon Pegawai Negeri Sipil. Semoga seragam ini bawa hoki, ya.

“Kak, Bunda berangkat dulu, ya,” pamitku pada anak semata wayang yang masih tertidur pulas di atas ranjang. Kucium pipihnya. Duh berasa ada yang asam-asam di mulut. Si Kakak ilernya banyak amat, ya. Parfum wangi bajuku tercampur dengan ilernya. Ya sudahlah, tak apa-apa. Semoga iler Kakak membawa berkah.

Kuambil sepatu berwarna hitam mengkilap, untuk meyakinkan tak satupun debu menempel padanya, kutiup perlahan.

 Huh …. huh!

“Assalamualaikum … berangkat, ya, Nyak!” pamitku dengan penuh semangat kepada wanita yang telah melahirkan dan membesarkanku.

***
Setelah lima menit berdiri di pinggir jalan. Kendaraan berwarna merah muncul dari ujung jalan. Saat mobil berpelat kuning tersebut sudah hampir mendekat, kulambaikan tanganku dengan cepat.

 “Sssst ….” Bumper mobil tersebut berhenti tepat di depanku.

“Rajin Neng! Pagi-pagi sudah berangkat kerja? Rajin pangkal kaya, ya, Neng?” Sopir angkot memulai perbincangan kepada penumpang pertamanya.

“Iya, Bang. Sama kayak Abang. Rajin banget nyari sewa sepagi ini. Memang rajin pangkal kaya, ya, Bang” balasku sambil membenahi tas ransel di atas kursi angkot.

***
Kiri Bang … Kiri Bang!

Mobil merah tersebut berhenti seketika di depan pos polisi dekat Stasiun Bekasi. Suasana pagi itu masih tampak sepi. Tak banyak mobil lalu lalang.

Apakah hari ini hari libur nasional? Masa sih? Aku enggak salah lihat kalender, kan? Kok sepi? atau aku yang kepagian kali, ya…

Ku garuk-garuk kepala yang tak gatal. Sederet pertanyaan berkecambuk dalam hati.  Kuambil gawai dari dalam tas dan akhirnya kuputuskan untuk menunggu di pinggir trotoar.

“Sal, nanti kamu berhenti di depan pos polisi. Kemudian naik angkutan umum, elf namanya. Banyak kok elf yang mangkal di sana. Nah, terus kamu turun di Kampung Utan. Bilang saja sama sopirnya, minta turun di Kampung Utan.” Instruksi dari salah seorang temanku melalui pesan singkatnya.

Membaca pesan itu. Aku jadi tambah bingung. Katanya, banyak elf yang mangkal. Lah ini, tak satupun kutemukan kendaraan beroda empat tersebut. Duh Gusti, sepertinya Kau sedang menguji kesabaranku.

Ingat, orang sabar di sayang Allah!

Berbekal kalimat itu. Aku melanjutkan kesabaran ini. Hatiku kemudian berkata lagi.

Apa hari ini sedang dilakukan demo besar-besaran, ya, oleh para sopir elf? Tak satupun batang hidung mereka muncul di depanku.

Kebingungan melanda isi otakku. Perasaan cemas mulai menghantui. Khawatir nanti bakal terlambat sampai di kantor. Masa hari pertama ngantor sudah terlambat. Ih, enggak elit banget. Nanti apa kata dunia!

Hampir lima belas menit aku mematung di pinggir trotoar. Tanpa sadar, ternyata berdatangan juga calon penumpang lainnya. Mereka berdiri di sisi kanan dan kiriku. Sama-sama berdiri, tanpa sapa. Tapi memang kami tak saling kenal sih. Mau nyapa duluan, malu, takut disangka SKSD (Sok Kenal Sok Dekat). Jadilah, kami sibuk dengan gawai masing-masing.

Ahay, akhirnya, dari kejauhan terlihat sekelebat kendaraan yang kutunggu sejak tadi.

“Cikarang … Cikarang … Cikarang,” teriak sopir elf dengan mulut menganga.

Aku yang melihatnya jadi terpukau. Bukan karena wajahnya mirip Lee Min Ho. Tapi, sepagi ini, semangatnya sudah menggelora. Kulirik isi dalamnya. Semua kursi kosong. Tak satu pun kulihat penumpang di dalamnya. Rada horor, jadi ingat film “Kursi Kosong”. Sehingga kuurungkan niat menaikinya.

Nanti saja, ah, di mobil selanjutnya. 

Mobil kedua datang. Sama kondisinya dengan mobil pertama. Begitu juga dengan mobil selanjutnya, sampai dengan mobil kelima. Tak satupun berpenumpang. Isinya hanya “Kursi Kosong”. Tambah horor!

Anehnya, para penumpang lain yang sudah berkumpul bersamaku di pinggir trotoar. Tak satupun dari mereka yang menaiki mobil elf yang terparkir di depannya. Entahlah, apa yang mereka inginkan. Kepalaku tambah bingung, yang bisa kulakukan hanya garuk-garuk kepala lagi. *pusing pala Barbie.

Kenapa, ya, setiap elf yang datang, meski tak ada penumpangnya. Para penumpang yang bersamaku pun tak mau menaikinya. Hatiku bergejolak lagi.

Iiiiiiik ... !

Beberapa menit kemudian. Sebuah elf bertuliskan “Rahmawati Mozza”, terparkir percis di depanku.

Tap … Tap … Tap!

Suara gaduh langkah kaki para penumpang terdengar seketika. Aku yang sejak tadi bingung, sekarang tambah bingung. Mereka berebutan naik mobil tersebut. Dalam lima menit mobil tersebut sudah penuh dengan penumpang. Tak ada kursi kosong!

Mataku melotot tak berkedip. Penumpang yang menaiki mobil tersebut terlihat necis. Mereka menggunakan blazer dan seragam kebangsaan sebuah perusahaan swasta di bilangan Kawasan Industri Cikarang. Tambah bingung!

Ada apa ya dengan mobil tersebut? Kok laris manis banget. Padahal banyak mobil yang terparkir tadi. Tapi tak satupun yang dinaiki, lah ketika mobil tersebut datang. Tiba-tiba penumpang menyerbu. 

Setelah mobil tadi melaju. Aku yang masih dalam kondisi kebingungan langsung menaiki mobil elf selanjutnya.

“Bang, nanti kalau sudah sampai Kampung Utan, berhenti, ya. Saya turun di Kampung Utan,” pintaku pada sopir.

Sang sopir tak menjawab permintaanku. Diam seribu bahasa. Entahlah, mungkin dia lagi puasa ngomong *berpikir positif. Semoga saja ia dengar ucapanku tadi. Tapi, alhamdulillah, tepat di Kampung Utan. Mobil mengerem dengan mantapnya.

“Kampung Utan … Kampung Utan,” teriaknya keras seraya membuyarkan lamunanku.

Kuserahkan selembar uang bergambar Tuanku Imam Bondjol. Kuucapkan terimakasih, sambil berlalu.

Setelah berada di seberang jalan. Aku harus melanjutkan perjalanan dengan menaiki angkutan umum kembali. Anehnya, tak kutemui satupun angkutan umum, yang konon katanya terparkir tepat di depan tukang bakso.

Kuperhatikan dengan seksama sekelilingku. Tukang bakso tepat berada di kanan jalan, berarti harusnya angkutan tersebut terparkir tepat berada di sebelah kiri jalan. Tapi kok, tidak kulihat satupun bumpernya.

Atau mungkin karena tukang baksonya juga belum buka, jadi angkutan umumnya juga belum datang *he, tepok jidat. Kebingungan kembali melanda otakku. Aku mencoba bersabar dan mengambil posisi berdiri sambil termangu di pinggir jalan.

Iiik …!

Mobil Carry berwarna merah, bertuliskan angka 15 tiba-tiba muncul di hadapanku. Lah, ini mobil dari mana datangnya? Tidak ada angin dan hujan, tiba-tiba terparkir dengan manisnya.

“Bang, Pasar Baru Setu, ya? Saya turun di Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian, ya,” pintaku spontan.

“Nama apa itu, Neng?,” jawabnya datar.

Gubrak!

Rasanya, aku mau pingsan. Kepalaku langsung sakit, seperti tertimpa batu kerikil. Ternyata, kantorku tidak terkenal banget. *he, kasihan.

Tak kujawab pertanyaan Abang sopir tersebut. Tanpa basa basi lagi, aku langsung menaiki mobil.

Di dalam mobil. Kuambil gawai dari dalam tas. Kubuka pesan dari salah seorang teman, ia berkata, “Sal, nanti kamu berhenti tepat di depan pom bensin pertamina, karena kantormu berhadapan dengan pom bensin tersebut.”

Tak beberapa lama. Terlihat logo pertamina.

Kiri Bang … Kiri Bang!

Iiik …!

Angkutan tersebut, mengerem dengan pakemnya tepat di depan pom bensin pertamina.

Alhamdulillah! walau ditemani drama kebingungan, yang penting aku telah sampai di kantor dengan selamat. Semoga kebingungan tadi adalah cara Allah menguji kesabaranku.

Baca Juga : Rahmawati Mozza

Photo By Pixabay.com

Comments

  1. Masya Allah... Ini bukti sebetulnya bahwa ide sederhana bisa dibuat tulisan. Hihi... Panjang pula jadinya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak, nulis memang paling lancar tentang apa yang kita rasa, dengar, dan lihat, he

      Delete
  2. Saya kira ini awalnya cerita fiksi, ternyata cerita nyata, ya? Keren mba. Pengalaman pribadi jadi tulisan keren

    ReplyDelete
    Replies
    1. Base true story Mbak Litha, biar nulisnya lancar.

      Delete
    2. Emang yang paling mudah itu adalah menulis dari pengalaman pribadi ya, mbak. Hehehe. Sukses terus ya, mbak

      Delete
  3. Hahahahha, saya tuh cekikikan loh baca yang pas dia mau naek elf... beneran ikutan bingung..keren nih.. ide sederhana tapi bisa jadi tulisan yang bagus untuk dibaca dan dicerna.. 😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kasihan ya Mbak Dia, eh maksudnya kasihan saya, wkwk .. makasih Mbak sudah berkenan membaca ..

      Delete
  4. Mbak...asli saya bacanya ikutan bingung. Mbak berhasil mem framing saya nih. Keren...lanjut deh cerita Mbak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wow mem-framing-nya berhasil, ya. Makasih sudah berkenan membacanya, nuhun.

      Delete
  5. Jadi ini cerpen faksi ya Mbak , kosah nyata yang difiksikan, hehe jadi ingat saya juga dulu suka nulis kisah yang diangkat dari pengalaman sendiri cuma disamarkan saja dalam bentuk cerpen hehe. Ceritanya seru ya baru hari pertama kerja gitu sudah dibuat bingung hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak. Kan lebih mudah menuliskan apa yang kita rasa, dengar dan lihat. He, bingung karena angkot.

      Delete
  6. Hayuuk lanjutkan Mbak. Seru. Jadi inget pengalaman pribadi nyasar Naik angkot. Hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener sekali Mbak. Itu bisa bikin tulisan kita ngalir lebih mudah beda kalau nulis pengalaman orang lain , hehe

      Delete
  7. Siap lanjutkan. Dengan cerita yang masih bertemakan angkot.

    ReplyDelete
  8. Cerpennya lucu banget, terinspirasi dari kehidupan sehari hari ya Mbak. Bisa buat antologi cerpen juga ini.

    ReplyDelete
  9. Makasih, Mbak. Mungkin bakat terpendam, bikin cerpen bergenre komedi, wkwk, entahlah, hanya analisis yg unfaedah, wew.

    ReplyDelete
  10. Wahahah ngakak pas baca udh wangi tp kena ilernya kakak. Wkwk
    Ikutan bingung mbak kenapa orang2 milih elp tertentu, btw skrg udh nemu jawabannya blm? Kepo nih. Hhh
    Syukurlah bisa sampai kantor dg selamat yaaa :)

    ReplyDelete
  11. Seruu selalu ceritanyaa :)

    ReplyDelete
  12. Ini pengalaman diri ya mba? Keren idenya, nulisnya ngalir. Slamat ya akhirnya bingung berbuah msnis, nyampai jg ke kantornys.

    ReplyDelete
  13. Seru loh mbak berpetualang dengan moda transportasi umum ke kawasan baru heheheh, walo ya dampaknya rada-rada was-was dikit tapi pastinya akan jadi cerita seru pas diketik. mantap mbak

    ReplyDelete
  14. Elf itu angkot ya,mba? Kalau kami di Makassar dan sekitarnya menyebutnya pete-pete. Seru juga kisah di hari pertama masuk kantor.

    ReplyDelete
  15. Lucu banget mba ceritanya. Saya juga pernah ke cikarang, memang nungguin mobil semacam elf gitu ya. Orang kantoran atau orang di kota memang habit nya sibuk sendiri

    ReplyDelete
  16. Kebayang jauhnya tempat kerja baru. Ini kisah nyata, kah? Atau faksi? Kebayang perjuangannya menuju tempat kerja, saya jadi inget guru honorer di tempat yang terpencil, kurang lebih sama seperti ini. Mereka dibayar enggak seberapa tapi pemgabdiannya luar biasa

    ReplyDelete
  17. Mbak, ini ceritanya beneran nggak sih? Aku sampai ulang-ulang menelaahnya. 😅

    ReplyDelete
  18. Ceritanya bikin penasaran nih Mbak. Ada apa dengan 2 mobil elf yang lewat ya, kok sepi dan tanpa penumpang. Terus kenapa mobil yang bernama yang ramai dan banyak penumpangnya.

    ReplyDelete
  19. Kiri.. Kiri..
    Seninya naik transportasi umum ya, yang penting jangan lupa berdoa agar selalu dilindungi Allah Swt

    ReplyDelete
  20. Wew keren kak. Kisah nyata yang diramu jadi enak dinikmati dan dibaca oleh saya. eh, aku pernah ngalamin juga kayak gini lho.

    ReplyDelete
  21. Ooh ini kisah nyata ya mbak?
    Kirain td sekadar fiksi dan endingnya bukan nyampe di kantor. Hihii

    ReplyDelete
  22. Mungkin warga lokal lebih kenal dengan nama lain mba. Byw, kayanya penulisan kabupaten dan kecamatan kebalik deh. Aku aneh bacanya kalau harus menyebutkan kabupaten dulu kecuali ada kata sambung. Hehe...

    ReplyDelete

Post a Comment